Semua yang Berharga

Saya ingin menulis tentang hal yang berharga. Pendapat anda, apakah hal yang berharga itu? Pastilah bermacam-macam pendapatnya. Ada yang rumah, mobil, perhiasan, sertifikat-sertifikat kepemilikan, saham, obligasi, uang, dan sebagainya. Semua yang saya sebutkan adalah materi. Adakah yang non-materi? Ada, seperti keluarga, cinta, orang tua, kekasih, kesehatan, dan sebagainya. Ada lagi? Saya ada, dan ini yang paling berharga bagi saya, Tuhan. Saya yakin anda pun berpikir hal yang sama. Seberapakah berharganya Tuhan bagi hidup kita? Bagi hidup saya mungkin lebih baik. Saya mengatakan Tuhanlah yang paling berharga dalam hidup saya, tetapi seringkali apa yang saya lakukan adalah sebaliknya. Saya katakan saya mencintai Tuhan dengan segenap hati saya, tetapi seringkali apa yang saya perbuat sebaliknya. Saya hanya menyakiti dan menyakiti dan menyakiti Dia setiap saat.

Apa yang saya lakukan adalah menambah bilur pada luka-Nya dan bukan orang Yahudi
yang menyalibkan Yesus tetapi saya. Sekali lagi, SAYALAH YANG MENYALIB-KAN DIA!! Saya yang paling keras teriak “SALIBKANLAH DIA!! SALIBKANLAH DIA!!” Jadi, bila ada yang bertanya siapa yang paling bersalah dan menyalibkan Yesus? SAYA ORANGNYA...

Saya yang harusnya mati disalib, tetapi, saya terlalu pengecut untuk mengakuinya. Saya malah menyalahkan Dia, Seorang yang Benar, yang diutus oleh Bapa Surgawi. Saya tidak mau untuk dipersalahkan, dan oleh sebab itu saya menyalahkan Dia. Saya buat Dia disidang untuk dihukum mati. Saya perolok-olok Dia, saya yang meludahi Dia, dan bahkan saya yang mencambuk Dia, melukai tubuh-Nya yang suci, memandang Dia dengan wajah penuh kebencian, menendang Dia, menusuk lambung-Nya dengan tombak, dan mengenakan mahkota duri pada kepala-Nya. Bahkan, saya berikan anggur masam kepada Dia, dan menyuruh-Nya turun dari salib untuk membuktikan ke-Tuhanan-Nya. Sayalah yang melakukan semua itu.

Saya teringat dengan kisah Petrus dan pembakaran kota Roma:

Ketika Roma dibakar dan orang-orang Kristen dituduh yang melakukannya, maka dimulailah penindasan yang dahsyat terhadap mereka. Atas hal ini, maka murid-murid meminta Petrus untuk lari dan bersembunyi di Katakombe (kuburan bawah tanah), dimana banyak jemaat juga yang bersembunyi disana juga. Petrus pun ketakutan dan karena terus didesak maka dia akhirnya mengungsi juga untuk sembunyi.

Ketika dia dalam perjalanan, dia bertemu dengan Tuhan di tengah jalan hendak menuju ke kota Roma yang sedang porak-poranda dan penuh dengan kengerian. Petrus pun bertanya kepada-Nya,” Domine quo vadis?” artinya,”Tuhan, Engkau hendak kemana?” Tuhan pun menjawab,”Aku hendak menuju ke kota Roma untuk disalib kedua
kalinya.” Maka Petrus pun kaget dan dia pun menyesal telah melarikan diri, sehingga Tuhan harus turun ke dunia lagi dan rela disalib lagi untuk kedua kalinya. Maka Petrus mencegah Dia dan berkata,”Tuhan, sudah cukup Engkau disalib sekali untuk selamanya. Aku akan kembali kesana dan menggantikan Engkau. Aku akan menanggung semuanya itu.

Maka Petrus pun kembali ke kota Roma. Meskipun para jemaat memaksa Petrus untuk tidak kembali, Petrus berjalan ke kota Roma. Akhirnya, Petrus pun ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Tetapi dia berkata,”Aku tidak layak disalibkan seperti Tuhanku. Maka ijinkanlah aku disalib terbalik.” Jadilah Petrus disalib dengan kepala di bawah dan kakinya diatas.

Saya pun seringkali seperti Petrus yang mengaku diri sebagai murid Yesus tetapi ketika
penganiayaan datang, saya memilih melarikan diri dan sembunyi. Bahkan, saya mungkin tidak memiliki keberanian seperti St. Petrus yang berani kembali ke kota Roma dan akhirnya mati disana. Itulah saya. Saya yakin sekali lagi, anda tidak seperti saya. Jangan tiru diri saya. Sekali lagi, jangan tiru diri saya...

Saya pun teringat ketika saya menunda-nunda untuk berdoa, padahal Dia sudah menunggu saya dan memanggil saya untuk datang. Saya malah asyik menonton televisi sampai jam 12.00 malam. Setelah selesai nonton, saya tidak langsung berdoa, tetapi saya sikat gigi dahulu, minum-minum dahulu, baru berdoa. Hari itu Tuhan hanya mendapatkan waktu sisa saya. Akhirnya, ketika saya berdoa, doa saya meracau tidak karuan karena saya sudah mengantuk. Tetapi, di tengah itu, di hati saya muncul suara,”Apakah kamu sayang kepada-Ku?” Suara itu sangat lembut dan berulang beberapa kali.

Saya pun kaget dan rasa kantuk pun hilang. Penyesalan yang dalam muncul dalam hati saya. Saya cuma bisa diam dan menangis saat itu. Saya pun berkata,”Apa yang sudah saya lakukan ini? Ampuni saya, Tuhan.” Hanya itu kata-kata yang keluar dari bibir saya. Saya merasa menjadi orang terbodoh sedunia karena sudah membuat Raja diatas Segala Raja menunggu saya, dan Dia sabar menunggu saya. Saya berpikir,”Inikah bukti rasa sayang saya kepada Tuhan? Saya biarkan Dia
menunggu saya.” Jujur, jika saya yang disuruh menunggu, bukan kalimat,”Apakah kamu sayang kepada-Ku?” yang dengan lembut saya katakan, tetapi pastilah kata-kata makian dan arghh... saya tidak tahu harus bilang apa.

Satu hal lagi yang terlintas dalam pikiran saya. Setelah keesokan harinya, saya baru
menyadari bahwa kalimat yang sama pernah dilontarkan oleh Yesus kepada Petrus sebelum Yesus memerintahkan Petrus menggembalakan domba-domba-Nya. Kini saya pun tahu apa yang dirasakan St. Petrus pada saat itu.

All that Worthy (click to read in English)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Update...update...

Bad News dah...:D

My OaTH tO you....