Lari dari Tuhan (3)


Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.

Kapalpun berlayar cepat. Para awak kapal dan nahkoda terlihat sangat bersemangat. Mereka sesekali terlihat saling bercerita dan bercanda. Sungguh, suasana di kapal itu benar-benar hidup. Mereka sudah seperti saudara satu sama lain. Yah, mungkin karena mereka sudah lama bekerja bersama-sama di kapal ini. Sesekali kulihat lumba-lumba berenang di tepian kapal, seperti memandu kapal ke arah yang benar.

Malam pun tiba. Rasa dingin mulai menyeruak merasuki kapal kami. Bulan yang enggan untuk bersinar membuat malam ini menjadi semakin gelap dan dingin. Perasaanku semakin tidak enak malam itu. Aku merasa bayang-bayang Tuhan mengikutiku sepanjang perjalanan ini. Kekhawatiran tiba-tiba menyelimutiku. Aku khawatir kalau-kalau Tuhan menurunkan badai besar dan menghancurkan kapal ini. Oh, kasihan awak kapal ini.
“Hmm, dingin sekali malam ini...” kata salah seorang awak kapal pada temannya.
“Ya..ya.. malam ini kelihatan sangat berbeda dari kemarin-kemarin.“ sahut temannya acuh tak acuh.
“Tidak hanya dingin, tetapi lihatlah bulanpun tampaknya enggan bersinar saat ini.” Lanjutnya.
“Huh, asal jangan ada badai saja malam ini...”
“Yah, akan sangat menakutkan jika hal itu terjadi...” timpal yang lain.
“Sudah, sudah, kembali bekerja. Pasang mata kalian baik-baik!!” teriak kapten kapal meminta anak buahnya kembali ke pos jaga mereka masing-masing.
Akupun memutuskan untuk turun ke ruangan paling bawah dan tidur, karena aku tidak ingin pikiran itu terus saja menghantuiku sepanjang malam ini.

Kira-kira tengah malam, apa yang mereka takutkan akhirnya terjadi. Secara ajaib dan tiba-tiba, angin berhembus sangat kencang, disertai hujan yang sangat lebat dan kabut pekat yang turun menyelimuti kapal kami. Kapal segera bergoyang kian kemari, semuanya porak poranda.

Para awak kapal berteriak,” Badaiii....badaiii.....”

Kapten kapal segera memerintahkan anak buahnya untuk bersiaga. Tetapi, segala sesuatunya bertambah buruk. Badai sangat besar dan dashyat, dan hampir-hampir menghancurkan kapal kami. Ketika kapten kapal teringat akan diriku, segera diapun mencariku, namun tidak menemukanku. Dia lantas memerintahkan salah seorang awak kapalnya mencariku. Awak kapalpun mencariku dan menjumpaiku sedang tidur dan merasa tidak terganggu dengan semuanya itu. Diapun merasa heran. Dia segera membangunkanku dengan berteriak, bahkan memintaku untuk memohon kepada Tuhan supaya badai ini berlalu dan menarikku ke atas.

Sesampainya di geladak, aku melihat kepanikan di antara mereka. Mereka sedang sibuk membuat kapal tetap stabil. Mereka saling berteriak untuk saling mengingatkan satu sama lain.

“Lihat ke kananmu...”
“Hati-hati dengan karang!!!”
“Balas ke kiri,, ohh,, tidak, ke kanan...!!!”
“Buang muatan ke laut!!!”
“Lebih banyak lagi!! Buang lebih banyak lagi ke laut!!”

Awak kapal yang menarikku ke atas, segera melapor ke kapten kapal kami. Setelah mendengar laporan awak kapalnya, segera kapten kapal mengumpulkan para awak kapalnya ke dalam sebuah ruangan. Di sana, mereka berunding dan sepakat untuk membuang undi, guna mengetahui siapa dan apa yang menyebabkan hal ini terjadi, karena mereka merasa badai ini tidak lazim. Akupun sudah menduganya bahwa akulah yang akan kena undi itu, dan ternyata hal itu benar. Akulah yang akhirnya kena undi.

Merekapun segera menghampiriku dan bertanya,”Siapakah kamu sebenarnya?”
“Badai ini tidak seperti biasanya...” lanjut mereka.
“Badai ini sepertinya peringatan untuk kami karena kami mengangkut sesuatu atau seseorang yang semestinya tidak kami angkut ke dalam kapal ini.”
“Siapakah kamu sebenarnya, dan apa yang telah kamu lakukan, sehingga kami mengalami semuanya ini?”
Yah, sudah kuduga. Ini ulah Tuhan. Dialah yang melakukan semuanya ini. Huh, ternyata Dia benar-benar mengejarku sampai ke sini. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan-Nya. Apa yang sebenarnya Dia inginkan?
“Jawab kami, orang asing!!” teriak kapten kapal membuyarkan lamunanku.
Akupun menceritakan semuanya kepada mereka, tentang perintah-Nya, dan bagaimana aku lari meninggalkan tugas yang diberikan-Nya kepadaku. Akupun menyarankan mereka untuk membuangku ke laut supaya mereka tetap selamat dan dapat melanjutkan perjalanan mereka kembali. Tetapi tampaknya mereka merasa kasihan terhadapku, dan mereka berusaha untuk tetap mendayung kapal kami sampai ke daratan terdekat.

Tentu saja, apa yang mereka lakukan sia-sia. Tuhan membuat kapal kami tetap berada di tengah dan terus-menerus diterjang ombak yang besar. Akupun mengingatkan mereka untuk membuangku ke laut, dan mereka akhirnya membuangku ke laut. Badai pun segera reda dan dengan segera mereka mengadakan korban sembelihan dan mengikrarkan nazar kepada Tuhan.

Tuhanpun tampaknya tidak membiarkanku berlama-lama terapung di lautan. Tidak berselang lama, seekor ikan besar datang menghampiriku. Setelah mengitariku cukup lama, tiba-tiba dia mengangakan mulutnya. Semua yang ada di sekitar mulutnya segera saja masuk ditelannya, dan tentu saja termasuk diriku. Tiga hari tiga malam lamanya aku tinggal di dalam perut ikan itu dan tetap hidup di dalamnya.

(Bersambung...)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Update...update...

Ahhh.... dooo......

Bad News dah...:D